
Siaran Pers
Diskusi Publik “ MENCERMATI UPAYA PENULISAN SEJARAH BANGSA OLEH NEGARA“
Jakarta, 26 Juli 2025, “Siapa yang menulis sejarah bangsa, dialah yang menguasai narasi masa lalu dan arah masa depan.” Begitulah kira-kira pernyataan yang akan diuji dan dikritisi dalam diskusi publik bertajuk “Mencermati Upaya Pemulisan Ulang Sejarah Bangsa oleh Negara” yang digelar untuk membuka ruang dialog terbuka, setara, dan berimbang atas upaya negara menafsir ulang sejarah nasional. Diskusi publik ini diselenggarakan oleh Komisi Ilmu Sosial AIPI berkolaborasi dengan Badan Keahlian DPR RI, dihelat secara daring, Selasa, 29 Juli 2025, pukul 10.00-12.00 WIB.
Dalam konteks sosial-politik kontemporer yang semakin kompleks, kecenderungan negara untuk menata ulang narasi sejarah nasional Indonesia - melalui buku teks resmi, buku pelajaran, musium, hingga peringatan hari besar - menimbulkan perdebatan tajam. Perdebatan publik ini juga mencuat ketika pemerintah Indonesia, Mei 2025, menggagas peluncuran versi baru Sejarah Nasional Indonesia (SNI), sebuah proyek ambisius yang akan mencakup narasi sejarah dari masa prasejarah hingga era reformasi.
Tentu ada sisi positipnya dan tak pula lepas dari potensi beberapa kekurangan bila tidak dikerjakan secara cermat. Meskipun demikian, tetap diharapkan bahwa rencana penulisan ulang SNI itu dapat memperbarui catatan sejarah secara lebih komprehensif. Inisiatif penulisan SNI ini juga menimbulkan pertanyaan mendasar: siapa yang berhak menulis sejarah? Atas dasar metodologi dan kepentingan siapa sejarah ditulis? Dan sejauh mana proses ini terbuka bagi partisipasi publik?
Ketika negara mengambil alih kendali atas proses penulisan sejarah, terutama tanpa keterlibatan bermakna dari masyarakat sipil, akademisi independen, dan komunitas penyintas, yang dipertaruhkan bukan sekadar penyempitan narasi. Pembentukan versi tunggal sejarah yang secara aktif menyingkirkan keragaman pengalaman rakyat. Sejarah semacam ini cenderung mengabaikan jejak kekerasan negara, menormalisasi impunitas, dan mereduksi perjuangan sipil menjadi catatan pinggiran yang tak signifikan dalam narasi kebangsaan.
Diskusi publik menghadirkan para cendekiawan, budayawan, sejarawan, pakar lintas disiplin antara lain: 1) Prof. Melani Budianta - Budayawan yangjuga Anggota Komisi Kebudayaan AIPI - akan mengupas tema Narasi Kultural vs. Sejarah Resmi Negara; 2) Dr. Ella S. Prihatini - Peneliti Politik dan Gender, dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta, anggota ALMI - akan mengulas Pentingnya Inklusitas dalam Penulisan Sejarah; 3) Bonnie Triyana, S. Si., M. Hum. – Sejarawan, Anggota DPR RI Komisi X Fraksi PDIP – membawakan teopik bahasan Bahaya sejarah Versi Negara dan Peran Publik; 4) Prof. Peter Carey – sejarawan Indonesia, Fellow Emerits University of Oxford – akan mengulas Pengalaman Penulisan Sejarah Kolonial dan Perlawanan; dan 5) Dr. Suryana Afiff – Antropolog, Ketua Umum Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI) – mengulas Resiko Epistemik Penulisan Sejarah yang Tertutup.
Seluruh rangkaian diskusi akan dipandu oleh Dr. Yanuar Nugroho – Anggota Komisi Ilmu Sosial AIPI. Prof. Daniel Murdiyarso – Ketua AIPI – akan menyampaikan Pembukaan Diskusi Publik; dan Dr. Lydia Suryani Widayati – Plt. Kepala Badan Keahlian DPR RI akan menyampaikan Sambutan berkaitan dengan Pokok-pokok Pikiran Penyusun Sejarah Bangsa. Prof. Syarif Hidayat – Ketua Komisi Ilmu Sosial AIPI – akan menyampaikan kata Penutup disertai Rangkuman Sementara hasil diskusi publik.
Diskusi Panel Daring ini dapat diikuti melalui aplikasi Zoom dengan Meeting ID: 810 2469 4617 dan Passcode: KIS_AIPI atau dengan tautan https://s.id/DiskusiSejarahBangsa dan ditayangkan pula melalui saluran YouTube di https://s.id/YTDiskusiSejarahBangsa. Diskusi publik ini terbuka bagi Akademisi, anggota AIPI, anggota ALMI, aktivis HAM, para pemangku kebijakan, mahasiswa, dosen, peneliti, komunitas sejarah alternatif, masyarakat sipil, dan insan media.
Diskusi publik ini bertujuan untuk: 1) membangun kesadaran publik akan pentingnya keterlibatan masyarakat sipil dalam proses penulisan ulang sejarah nasional; 2) menggali pandangan kritis dari kalangan akademisi dan intelektual publik atas risiko dan tantangan SNI versi negara; 3) memikirkan masukan dan rekomendasi yang akan disampaikan kepada pemerintah dan DPR; 4) menyuarakan perlunya uji publik terhadap draf SNI sebelum peluncurannya.
Perbincangan terbuka penyusunan sejarah nasional bukan hanya isu politik atau budaya, tetapi soal integritas pengetahuan: bagaimana kebenaran disusun, diujikan, dan dipertanggungjawabkan secara publik. Inisiatif ini bukan sekadar respons emosional terhadap kebijakan negara, melainkan ikhtiar intelektual untuk memastikan bahwa sejarah sebagai pengetahuan tidak menjadi alat pembenaran kekuasaan, melainkan menjadi ruang kritis yang memelihara kewarasan demokrasi.
AIPI dan BK DPR RI sebagai penyelenggara mengharapkan diperoleh pokok-pokok luaran yang berupa: 1) tersusunnya butir-butir rekomendasi untuk pemerintah; 2) terkumpulnya butir-butir bahan untuk kebijakan ringkas (policy brief) untuk desiminasi publik , media dan pemerintah; 3) terbagunnya jejaring lintas disiplin keilmuwan untuk mngewal integritas sejarah nasional.
Diskusi publik ini merupakan momen penting dan krusial, sebagia pertemuan lintas disiplin ilmu yang dapat memperkuat literasi sejarah di kalangan publik mendorong akademisi dan pembuat kebijakan untuk membuka akses terhadap arsip sejarah dan membuka lebar-lebar partisipasi publik, serta merintis penyusunan narasi sejarah alternatif yang lebih demokratis dan berkeadilan. Perlu penegasan bahwa sejarah bukan milik negara semata. Sejarah adalah ruang kolektif warga untuk mengingat, bertanya, dan mengoreksi. Proses penulisan ulang SNI harus terbuka untuk dikritisi, diuji, dan dilengkapi. Melalui forum ini, AIPI mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersama menjaga agar sejarah tetap menjadi milik bersama –bukan hanya milik sekelompok orang.
Website : aipi.or.id
Instagram : aipi_Indonesia
Tweeter : AIPI_id
Youtube : AIPI_Indonesia
Penulis Siaran Pers:
Sigit Asmara Santa
Biro Adm. Ilmu Pengetahuan, AIPI.