Hari Keamanan Pangan Sedunia pada 7 Juni ini menjadi relevan di tengah isu aktual di Indonesia, khususnya mengenai penyelenggaraan program Makan Bergizi Gratis.
Menyadari pentingnya keamanan pangan sebagai landasan bagi kesehatan dan kesejahteraan global serta adanya observasi bahwa kesadaran mengenai pentingnya keamanan pangan ini masih perlu ditingkatkan, maka Codex Alimentarius Commision mengusulkan dan disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2019 untuk menetapkan Hari Keamanan Pangan Sedunia (HKPS), yang diperingati pada 7 Juni setiap tahun.
Tahun ini, peringatan HKPS ini menjadi sangat relevan di tengah isu-isu aktual, khususnya mengenai penyelenggaraan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Program MBG yang diluncurkan pada Januari 2025 telah memantik harapan besar di seluruh pelosok negeri. Sebuah inisiatif mulia yang dirancang untuk tidak hanya menjadi pilar pembangunan gizi bangsa, khususnya dengan menjamin setiap anak sekolah mendapatkan asupan yang layak demi tumbuh kembang optimal, tetapi juga sebagai penghela pertumbuhan ekonomi lokal, sekaligus motor transformasi menuju sistem pangan yang lebih menyehatkan, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Namun, di tengah semangat optimisme itu, muncul bayangan risiko terkait dengan insiden keracunan pangan yang dapat menggerus tujuan luhur MBG. Data dari BPOM, yang mencatat 17 kejadian keracunan MBG tersebar di 10 provinsi, adalah lonceng peringatan yang nyaring. Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cerminan nyata dari ancaman serius yang mengintai di balik setiap porsi makanan yang disajikan.
Peringatan HKPS dalam kondisi demikian hendaknya menjadi alarm kuat bahwa program MBG dengan segala tujuan luhurnya dapat terhambat tanpa satu prasyarat krusial yang tak bisa ditawar, yaitu jaminan keamanan pangan. Tanpa jaminan ini, tujuan mulia untuk mencetak generasi emas justru dapat berbalik menjadi mimpi buruk.
Selain ”bagaimana menyediakan makanan bergizi?”, pertanyaan yang lebih dulu perlu dijawab adalah ”bagaimana memastikan setiap asupan makanan itu aman?”. Dalam semangat memperingati HKPS, maka masalah mendasar inilah yang harus kita hadapi dan selesaikan bersama demi masa depan anak-anak Indonesia.
Keamanan pangan adalah suatu keharusan
Perlu ada komitmen dan kesadaran bahwa dalam konteks program MBG, keamanan pangan ini menjadi sangat fundamental dan tidak dapat ditawar-tawar. Pertama, pada Deklarasi Dunia tentang Gizi (1992) telah ditegaskan bahwa ”akses terhadap pangan yang cukup gizi dan aman adalah hak setiap individu.”
Deklarasi ini menunjukkan bahwa hak atas pangan tidak hanya mencakup ketersediaan kalori, tetapi juga jaminan bahwa konsumsinya tidak justru akan menimbulkan permasalahan keamanan pangan. Kemudian, kedua, FAO (2019) memperkuat hal itu dengan mengungkapkan bahwa ”Jika tidak aman, itu bukan pangan.”
Pernyataan dari FAO menegaskan prinsip dasar, yaitu bahwa keamanan pangan bukan sekadar aspek tambahan, melainkan prasyarat mutlak yang harus dipenuhi sebelum pangan dapat dianggap sebagai sumber gizi bagi kehidupan.
Lalu ketiga, dalam kaitannya dengan HKPS, PBB kembali menekankan bahwa ”Hanya jika aman, pangan akan mampu berperan memenuhi kebutuhan gizi dan membantu memastikan setiap orang dapat menjalani hidup yang sehat dan aktif.”
Pernyataan-pernyataan organisasi dunia ini menyoroti bahwa tanpa jaminan keamanan pangan, upaya pemenuhan gizi dan pencapaian kualitas hidup yang optimal akan terhambat, bahkan dapat berbalik menjadi ancaman. Oleh karena itu, keamanan pangan merupakan prasyarat utama bagi terwujudnya masyarakat yang produktif dan berdaya.
Jembatan antara niat mulia dan kenyataan
Lebih dari sekadar upaya preventif untuk mencegah insiden keracunan, keamanan pangan dalam program MBG adalah penentu utama keberhasilan atau bisa penentu hambatan atau bahkan kegagalan program.
Keamanan pangan merupakan jembatan antara niat baik yang sangat mulia dan hasil nyata, yang tidak hanya melindungi kesehatan penerima program, tetapi juga membangun kepercayaan publik dan memastikan keberlanjutan dampak positif jangka panjang. Tanpa jaminan keamanan, tujuan mulia program ini, yaitu peningkatan gizi, dapat berbalik menjadi ancaman serius. Berikut beberapa landasan rasional mengenai keamanan pangan dan program MBG.
Pertama, keamanan pangan MBG akan menjadi penentu tercapainya tujuan kesehatan. Pangan yang aman sangat esensial untuk mendukung pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif yang optimal. Keracunan pangan akan menghambat tumbuh kembang, menyebabkan gangguan kesehatan akut seperti diare, dan bahkan berpotensi memicu penyakit jangka panjang yang dapat mengganggu kesehatan secara permanen. Jika makanan MBG tidak aman, alih-alih meningkatkan kesehatan, justru dapat menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan.
Kedua, pangan tercemar merupakan sumber berbagai penyakit, mulai dari infeksi ringan hingga kondisi serius yang memerlukan penanganan medis. Anak sekolah, sebagai kelompok rentan dengan sistem kekebalan tubuh yang masih berkembang, sangat rentan terhadap komplikasi akibat penyakit bawaan pangan. Insiden keracunan tidak hanya menimbulkan penderitaan fisik, tetapi juga dapat menyebabkan anak absen dari sekolah, mengganggu proses belajar mengajar, dan pada akhirnya menurunkan pencapaian akademik.
Ketiga, keracunan pangan dapat menyebabkan anak merasa tidak enak badan, kehilangan konsentrasi, dan absen dari sekolah, yang secara langsung berdampak pada produktivitas belajar mereka. Keamanan pangan yang terjamin akan memastikan anak-anak tetap sehat dan siap untuk menerima pelajaran.
Keempat, pangan yang tidak aman, melalui keracunan atau gangguan pencernaan, dapat mengganggu penyerapan zat gizi penting yang krusial bagi perkembangan otak. Jadi, masalah ketidakamanan pangan secara langsung dapat menghambat potensi kognitif anak sekolah. Jika makanan MBG tidak terjamin keamanannya, program ini tidak akan mampu memenuhi tujuannya untuk meningkatkan kecerdasan dan justru berpotensi membebani kapasitas kognitif siswa.
Kelima, keamanan pangan yang terjamin akan meningkatkan kepercayaan dan keberlanjutan program. Penjaminan keamanan pangan akan memberikan ketenangan batin bagi orangtua, guru, dan siswa penerima MBG. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap program MBG dan pada gilirannya akan memastikan keberlanjutan program dan bahwa manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat luas tanpa kekhawatiran.
Insiden keracunan yang telah terjadi dapat mengancam kepercayaan ini dan berpotensi menggagalkan tujuan mulia program MBG sehingga pemastian keamanan pangan menjadi upaya yang tak bisa ditawar demi keberlanjutan program MBG ini.
Pencegahan
Sistem jaminan keamanan pangan yang baik perlu dirancang dengan berbasis pada upaya pencegahan. Fondasi utamanya meliputi penyediaan infrastruktur bangunan, utilitas, dan peralatan yang memadai. Faktor ini sungguh krusial karena menyediakan infrastruktur dasar yang diperlukan untuk mengimplementasikan praktik keamanan pangan secara efektif. Bangunan yang layak memastikan lingkungan yang bersih dan terorganisasi untuk persiapan dan penyimpanan makanan, meminimalkan risiko kontaminasi silang.
Selanjutnya, utilitas yang andal—termasuk pasokan air bersih, listrik, dan sistem pembuangan limbah yang efisien—sangat penting untuk proses pencucian, sanitasi, serta pemeliharaan standar kebersihan yang tinggi di seluruh fasilitas SPPG. Terakhir, ketersediaan peralatan yang memadai, seperti unit pendingin yang berfungsi optimal, alat memasak yang tepat, dan peralatan penahan suhu, menjadi vital dalam menjaga suhu makanan yang aman serta mencegah pertumbuhan bakteri berbahaya.
Namun, keberadaan infrastruktur yang memadai saja tidaklah cukup. Kesuksesan keamanan pangan dalam program MBG sangat bergantung pada peran sentral sumber daya manusia (SDM) yang terlibat di setiap tingkatan. Manajer SPPG dan seluruh karyawan perlu dilatih secara memadai agar mampu secara efektif mengurangi terjadinya faktor risiko penyakit bawaan pangan.
Sebuah program keamanan pangan hanya akan berjalan efektif ketika setiap karyawan memahami peran masing-masing dan berkomitmen untuk mewujudkannya. Karena itulah maka untuk memastikan keberhasilan program keamanan pangan, diperlukan praktik-praktik seperti penyediaan pelatihan keamanan pangan yang berkelanjutan bagi seluruh karyawan, peninjauan prinsip-prinsip keamanan pangan, termasuk panduan SOP secara berkala, mewajibkan karyawan baru (termasuk pengganti dan sukarelawan) menyelesaikan pelatihan keamanan pangan awal sebelum menangani pangan, serta menjaga catatan pelatihan dan kehadiran seluruh karyawan di setiap fasilitas.
Pada akhirnya, manajer SPPG memiliki tanggung jawab untuk menjaga standar pelatihan karyawan, menegaskan bahwa faktor manusia adalah kunci dalam mewujudkan keamanan pangan yang optimal.
Meskipun elemen-elemen infrastruktur dan SDM ini merupakan persyaratan fundamental, keberadaan sistem ini harus dilengkapi dengan program keamanan pangan yang komprehensif, meliputi penerapan good hygiene practices (GHP) atau praktik higiene yang baik, penerapan prinsip-prinsip program keamanan pangan berbasis HACCP (hazard analysis and critical control points), disertai dengan budaya patuh terhadap norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) yang berlaku.
Dalam konteks SPPG sebagai usaha jasa boga, NSPK yang secara khusus berlaku adalah dari Kementerian Kesehatan, seperti Pedoman Higiene dan Sanitasi, Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan (SBMKL), serta Sertifikasi Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Infrastruktur yang baik, dipadukan dengan praktik keamanan pangan yang baik, merupakan kunci untuk mencapai tujuan utama SPPG, yaitu menyediakan pangan aman dan bergizi bagi para penerima program MBG.
Berikutnya, perlu ditetapkan dan dilaksanakan secara disiplin prosedur untuk memantau praktik keamanan pangan, mencatat dan memverifikasi kepatuhan terhadap SOP yang telah ditetapkan. Seiring dengan berjalannya waktu, perlu selalu dilakukan tinjauan berkala, termasuk dilakukan penyesuaian program keamanan pangan sesuai dengan perubahan pada menu, peralatan, staf, atau fasilitas.
Harapannya, dengan fokus pada hal-hal mendasar ini program keamanan pangan MBG akan berjalan dengan baik dan sehingga tujuan program dapat dicapai dengan baik pula.
Purwiyatno Hariyadi,
Guru Besar pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB University, Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI).
Kerabat Kerja
Penulis: Purwiyatno Hariyadi
Editor: Neli Triana
Penyelaras Bahasa: Retma Wati
Tulisan ini pertama kali terbit di Harian Kompas 07 Juni 2025.